KABAR,Bitung-Satuan Reskrim
Polres Kota Bitung akhirnya menggelar rekonstruksi penganiayaan atas salah satu
Napi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B Tewaan, Selasa (14/10).
Rekonstruksi digelar di halaman Polres Bitung dengan memperagakan 42 adegan
penganiayaan yang dilakukan 13 sipir hingga meninggal dunia. Rekonstruksi ini
sendiri dipimpin langsung Kasat Reskrim, AKBP Rivo Malonda,SE dan berjalan
aman.
Adegan pertama
reka ulang ini, diawali ketika korban diserahkan oleh warga Kelurahan Dua
Sudara kepada tiga sipir Lapas yang telah menunggu di salah satu lokasi di
Kelurahan Dua Sudara. Di lokasi itu terlihat para sipir mulai menganiaya korban
kemudian menaikkannya ke kendaraan untuk dibawa ke Lapas. Kemudian adegan
dilanjutkan di pintu Lapas, dimana korban sempat mendapat perawatan dari
petugas Poli Lapas akibat luka-luka penganiayaan. Usai menjalani pemeriksaan
medis, korban kemudian ditelanjangi oleh sejumlah petugas Lapas dan diseret ke
tiang bendera yang ada di halaman Lapas.
Dalam kondisi tangan terikat ke tiang bendera, korban kembali
mendapatkan penganiyaan dari belasan sipir dengan menggunakan berbagai benda
keras seperti balok, batu, barbel hingga benda-benda lainnya. Setelah itu,
korban diikat dengan rantai kemudian diseret ke sel karantina oleh para sipir
dan masih sempat mendapat penganiayaan. Dan menjelang dinihari korban ditemukan
meninggal oleh petugas Poli dalam kondisi mengenaskan. Saat reka adegan
penganiayaan inilah, para tersangka kemudian menyatakan menolak dengan reka ulang
yang dilakukan.
Secara terpisah, kuasa hukum dari 13 tersangka sipir Klas IIB Tewaan,
Refly Pantouw,SH, dalam keterangannya kepada wartawan menyampaikan apresiasi
kepada Satreskrim Polres Bitung karena menyelenggarakan reka ulang kejadian
sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan yang sudah disusun atas para tersangka
maupun para saksi.
Diakuinya, para tersangka mengiyakan bahwa reka ulang sesuai dengan
fakta hanya saat penangkapan dan penggiringan hingga ke lokasi Lapas. Sedangkan
para tersangka menyatakan tidak menerima atau menolak saat dilakukan reka
penganiayaan di lapangan Lapas maupun pengisolasian korban ke dalam
sel/tahanan. “Pada prinsipnya para tersangka mendukung dan menerima reka ulang
dari penangkapan hingga pengantaran ke Lapas. Mereka menolak dengan reka yang
dilakukan oleh tersangka pengganti karena tidak sesuai dengan BAP. Kalau memang
bersalah melakukan itu atau tidak, nanti pembuktiannya di pengadilan. Kita
lihat saja nanti,” pungkasnya.
(AS)