Presiden dan Wakil Presiden Indonesia |
Jakarta
-
Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Miftah Thoha
meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
untuk memeriksa Sekretaris Negara (Sekneg) terkait pengambilan kebijakan yang
terus menguntungkan pemimpin dan pejabat negara.
"Menurut saya, KPK harus menyelidiki Sekneg atau Sekretaris Kabinet (Sekab) karena mengeluarkan kebijakan yang saya nilai membahagiakan mantan Presiden," ungkap dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (11/9).
Miftah
menyebut, Sekneg atau Sekab di akhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY)
justru menerbitkan kebijakan yang hanya menguntungkan pejabat negara. Sementara
rakyat semakin terbebani dengan kebijakan penyesuaian harga dari pemerintah.
"Kebijakan di akhir masa jabatan SBY justru merevisi soal kediaman mantan Presiden dan mantan Wapres. Kemudian soal pengadaan mobil dinas untuk pemerintahan baru, lalu dibatalkan," tegasnya.
Dia menilai, kebijakan tersebut tentu ikut memberi keuntungan bagi Sekneg atau Sekab. Oleh karena itu, KPK diminta untuk menyelidikinya. "Pasti Sekab atau Sekneg dapat komisi dari sana. Seperti pengadaan tender mobil dinas pun pasti ada anggaran atau komisi yang diterima. Nah sekarang dibatalkan, tentu ada uang yang harus dibayarkan. Nggak mungkin main batalkan saja walaupun belum ada kontrak dan ngakunya belum ada anggaran negara keluar. Tender jelas pakai uang," terang Miftah. (L6)